Selasa, 12 Mei 2015

LANJUTAN STIMULASI

BAB IV

METODE STIMULSI DAN INTERVENSI
A.    METODE INTERVENSI DINI
Contoh : Anak yang mengalami kesulitan belajar
Metode intervensi dini bagi kesulitan belajar perkembangannya sampai saat ini belum terstruktur secara khusus.Berbeda dengan anak-anak penyandang down sindrom, penyandang autistic spectrum disorder (ASD), penyandang Cerebral Palsy (CP) dan lainnya yang sudah memiliki program terstruktur dengan lembaga pendidikan maupun layanan intervensi dini yang khusus.Anak berkebutuhan khusus (ABK), penanganan intervensi dininya seperti ‘ada dan tiada’, karena mereka tersebar di lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini umum dan mendapatkan perlakuan umum yang tentu saja kurang menguntungkan bagi perkembangan kepribadiannya.
Untuk jenis masalah kebutuhan khusus anak, pemberlakuan layanan intervensi dini pada jenis masalah anak berbeda, misalnya saja anak yang mengalami masalah autisme perlu melakukan deteksi dini sejak dalam kandungan, deteksi dini saat anak dilahirkan hingga usia 5 tahun melalui cara pengamatan maupun skrening, dengan cara CHAT (Checklist Autism in Toddlers, biasanya dilakukan pada anak diatas usia 18 bulan).


B.     METODE STIMULASI :
Metode simulasi merupakan salah satu metode mengajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh siswa pada kelas tinggi di Sekolah Dasar. Dalam pembelajaran, siswa akan dibina kemampuannya berkaitan dengan keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Disamping itu, dalam metode simulasi siswa diajak untuk bermain peran beberapa perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Ada beberapa jenis model  simulasi di antaranya, yaitu:
1.      Bermain peran (role playing)
Dalam proses pembelajarannya metode ini mengutamakan pola permainan dalam bentuk dramatisasi. Dramatisasi dilakukan oleh kelompok siswa dengan mekanisme pelaksanaan yang diarahkan oleh guru untuk melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan / direncanakan sebelumnya. Simulasi ini lebih menitik beratkan pada tujuan untuk mengingat atau menciptakan kembali gambaran masa silam yang memungkinkan terjadi pada masa yang akan datang atau peristiwa yang aktual dan bermakna bagi kehidupan sekarang.
2.      Sosiodrama
Dalam pembelajarannya yang dilakukan oleh kelompok untuk melakukan aktivitas belajar memecahkan masalah yang berhubungan dengan masalah individu sebagai makhluk sosial. Misalnya, hubungan anak dan orangtua, antara siswa dengan teman kelompoknya.
3.      Permainan simulasi (Simulasi games)
Dalam pembelajarannya siswa bermain peran sesuai dengan peran yang ditugaskan sebagai balajar membuat suatu keputusan.

-           Karakteristik Metode Simulasi

Metode mengajar simulasi banyak digunakan pada pembelajaran IPS, PKn, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Apresiasi. Pembinaan kemampuan bekerjasama, komunikasi dan interaksi merupakan bagian dari keterampilan yang akan dihasilkan  melalui pembelajarn simulasi. Metode mengajar simulasi lebih banyak menuntut aktivitas siswa sehingga metode simulasi sebagai metode yang berlandaskan pada pendekatan CBSA dan keterampilan proses.
Disamping itu, metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis konstektual, salah satu contoh bahan pembelajaran dapat diangkat dari kehidupan sosial, nilai-nilai sosial maupun permasalahan-permasalahan sosial yang aktual maupun masa lalu untuk masa yang akan datang. Permasalahan- permasalahan yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan sosial maupun membentuk sikap atau perilaku dapat dilakukan melalui pembelajaran ini.
Langsung maupun tidak langsung melalui simulasi kemampuan siswa yang berkaitan dengan bermain peran dapat dikembangkan. Siswa akan menguasai konsep dan keterampilan intelektual, sosial, dan motorik dalam bidang-bidang yang dipelajarinya serta mampu belajar melalui situasi tiruan dengan sistem umpan balik dan penyempurnaan yang berkelanjutan. 
-              Prosedur

Prosedur metode simulasi yang harus ditempuh dalam pembalajaran adalah sebagai berikut:
1.      Menetapkan topik simulasi yang diarahkan oleg guru
2.      Menetapkan kelompok dan topik-topik yang akan dibahas
3.      Simulasi diawali dengan petunjuk  dari guru tentang prosedur, teknik, dan peran yang dimainkan
4.      Prose pengamatan terhadap proses, peran, teknik, dan prosedur dapat dilakukan dengan diskusi.
5.      Kesimpulan dan saran dari kegiatan simulasi

Menurut Suwarna, M.Pd Langkah-langkah yang perlu ditempuh  dalam melaksanakan simulasi alah:
a.       Menentukan topik serta tujuan yang ingin dicapai
b.      Memberikan gambaran tentang  situasi yang akan disimulasikan
c.       Membentuk kelompok dan menentukan peran masing-masing
d.      Menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi
e.       Melaksanakan simulasi
f.        Melakukan penilaian



-             Prasyarat yang mengoptimalkan Pembelajaran Simulasi

Untuk menunjang efektivitas penggunaan metode simulasi perlu dipersiapkan kemampuan guru meupun kondisi siswa yang optimal. Dibawah ini dijelaskan tentang kemampuan guru dan kondisi siswa guna mendukung efektivitas metode simulasi dalam pembelajaran.
Kemampuan guru yang harus diperhatikan untuk menunjang metode simulasi di antaranya:
a.       Mampu membimbing siswa dalam mengarahkan teknik, prosedur, dam peran yang akan dilakukan dalam simulasi.
b.      Mampu memberikan ilustrasi
c.       Mampu menguasai pesan yang dimaksud dalam simulasi tersebut.
d.      Mampu mengamati secara proses simulasi yang dilakukan oleh siswa
Adapun kondisi dan kemampuan siswa yang harus diperhatikan dalam penerapan metode simulasi adalah:
a.       Kondisi, minat, perhatian dan motivasi siswa dalam bersimulasi
b.      Pemahaman terhadap pesan yang akan menstimulasikan
c.       Kemampuan dasar berkomunikasi dan berperan

-             Keunggulan

Beberapa keunggulan penggunaan  metode simulasi diantaranya adalah:
a.       Siswa dapat melaksanakan interaksi sosial dan kominikasi dalam kelompoknya.
b.      Aktivitas siswa cukup tinggi dalam pembelajaran sehingga terlibat langsung dalam pembelajaran.
c.       Dapat mebiasakan siswa untuk memahami permasalahan sosial , hal ini dapat dikatakan sebagai implementasi  pembelajaran yang berbasis konstekstual
d.      Melalui kegiatan kelompok dalam simulasi dapat membina hubungan personal yang positif
e.       Dapat membangkitkan imajinasi
f.        Membina hubungan komunikatif dan kerjasama dalam kelomok

-               Kelemahan

Namun demikian, dalam metode simulasi masih tetap ada kelemahan atau kendala-kendala yang kemungkinan  perlu diantisipasi oleh para guru jika akan menerapkan metode ini, diantaranya adalah:
a.       Relatif  memerlukan waktu yang cukup banyak
b.      Sangat bergantung pada aktivitas siswa
c.       Cenderung memerlukan pemanfaatan sumber belajar.
d.      Banyak

C.     CONTOH METODE STIMULASI MUSIK

Perlu kita ketahui bagaimana anak belajar dengan kondisi mereka yang dalam tahap perkembangan. Kita (guru, calon guru, pemerhati pendidikan anak usia dini) sudah seharusnya memperhatikan perkembangan anak dalam tiap perencanaan stimulasi yang akan diberikan.
Dengan mengetahui perkembangan anak, maka kita akan lebih yakin akan penggunaan pendekatan pembelajaran yang sesuai
untuk anak.
Berikut Pestalozzi dalam Cathy (2009: 216) menyatakan hal-hal yang dilakukan terkait pembelajaran ataupun stimulasi yang akan diberikan pada anak:
·Arrange all objects in the world according to their likeness (Perencanaan pengenalan sesuatu hal baru pada anak hendaknya memperhatikan kemiripan dengan alam sekitar).
Melihat pernyataan ini maka segala sesuatu yang digunakan untuk mengenalkan hal baru pada anak adalah ciptaan manusia. Dalam lingkup seni, semua barang ciptaan manusia yang mengandung keindahan disebut karya seni, sehingga setiap benda yang tercipta namun tidak ada campurtangan manusia (murni ciptaan Tuhan YME) tidak dapat disebut karya seni namun justru karya yang Maha Indah. Dari penjelasan ini dapat diberikan tambahan keterangan bahwa dalam mengenalkan hal baru pada anak, kita juga dapat secara langsung
memanfaatkan benda asli ciptaan Tuhan YME. Hal ini mungkin akan sedikit membuka kemudahan pada kita yang seakan memaknai item 1 dengan sebuah keharusan untuk menyiapkan bahan ciptaan manusia. Hal ini pula mungkin dapat kita lihat dari sudut pandang ekonomi karena bukan tidak mungkin di daerah tertinggal sangat minim akan alat permainan edukatif untuk anak usia dini.


·Strengthen the impressions of important objects by allowing them to affect you through different senses (mendukung setiap kegiatan ekspresif yang dilakukan anak menurut cara anak itu sendiri dalam proses penilaian terhadap karya seni).
Tentunya untuk melakukan hal ini kita perlu juga melihat sifat-sifat anak dalam perkembangannya dengan cara mencari informasi terbaru tentang indikator pencapaian perkembangan seni musik terbaru dari berbagai sumber. Diantaranya dalam seni rupa, mungkin akan timbul perilaku ketidakpedulian anak akan realitas lingkungan yang ada. Mungkin suatu saat anak akan mewarnai matahari menggunakan warna selain warna sebenarnya (matahari terbit menggunakan
warna biru, dan semacamnya).
·In every subject try to arrange graduated steps of knowledge, in which every new idea shall be only a small, almost imperceptible addition to that earlier knowledge which has been deeply impressed and made unforgettable (dalam setiap pembelajaran yang Anda lakukan cobalah untuk menyusun item perkembangannya dimana setiap ide baru yang Anda susun mengandung kesederhanaan yang hampir tidak menanggapi pengetahuan sebelumnya yang berkesan mendalam dan tidak terlupakan. Sebagai contoh dalam bidang musik, sebelum dilakukan kegiatan musik, guru hendaknya menyiapkan item apa yang hendak diamati yang salah satunya dapat menggunakan perkembangan anak dalam bidang seni (kecerdasa musikal).
Perlu digarisbawahi bahwa memulai pengenalan pada anak, lakukan dari hal yang paling sederhana baru menuju tingkat selanjutnya. Sebgai contoh kecil yaitu, siapkan tepuk berirama dengan menggunakan sedikit pola irama, gunakan satu pola tepukan saja dan lakukan berulang-ulang.
·Learn to make the simple perfect before going on to the complex (mulailah dari hal sederhana dan setelah itu baru menuju hal yang lebih kompleks).
Dalam diri anak terdapat ciri khas yaitu kesederhanaan. Kemudian bagaimana untuk mengajarkan seni pada anak terkait salah satu sifat kesederhaan ini? Sedangkan kita tahubahwa ada ciri khas yang lain yaitu cara belajar anak dengan cara diulang-ulang. Terkait dengan ciri khas tersebut maka berikut akan dibahas beberapa pendekatan pembelajaran pada anak.Musik dapat digolongkan menjadi jenis musik alat dan musik vokal. Terkait dengan penggolongan tersebut maka dalam musik alat ada beberapa metode yang
dapat digunakanan untuk anak usia dini.
Campbell & Kassner (2010) 3menyebutkan dalam bukunya ”Musik in Childhood” bahwa cara pengenalan musik pada anak paling awal adalah oleh Emile Jaques Dalcroze (1865-1950) yang disusul oleh Zoltán Kodály (1882-1967) kemudian Carl Orff (1895-1982) dan berkembang pada pemerhati musik lainnya sampai sekarang.
·Pendekatan Dalcroze Eurhythmics Kassner (2006: 45) bahwa ”Movement with a mission isone of the Dalcroze approach to musik instruction”.
Inti dari pendekatan pembelajaran musik untuk anak jenis Dalcroze ini adalah gerak dan musik. Mengenai asal-usul metode Dalcroze ini maka menurut Kassner (2006: 45) dinyatakan bahwa penemu pendekatan pembelajaran musik Dalcroze ini adalah Émile Jaquest-Dalcroze (1865-1950). Beliau adalah seorang musikus Swiss yang bertindak sebagai guru besar dalam ilmu solfège, harmoni, dan penggubah ataupun dapat dikatakan composer di Geneva Conservatory(sekolah musikGeneva). Keahliannya dimulai saat meneliti pendekatan pembelajaran ear-training
(melatih kepekaan musik melalui pendengaran). Dalcroze memulai perlakuan musikal bagi peserta didik dengan cara pemanasan irama dengan lebih dulu mengaktifkan pernapasan diafragma dan fungsi artikulasi. Murid menyanyikan aransemen dengan skala vocal yaitu do-re, re-mi, mi-fa, fa-sol, sol-la, la-si, dan selanjutnya. Selain itu juga menyanyikan tiga nada seperti do-re-mi, re-mi-fa, mi-fa-sol, dan selanjutnya. Kedua hal ini dilakukan antara guru dan murid secara kanon dan dengan kecepatan yang diubah-ubah. Dengan cara ini murid akan mengenal dan meningkat dalam kepekaan musikalnya. Kassner menguraikan bahwa Dalcroze Eurhythmics mempunyai deskripsi yang hampir sama seperti tari. Eurhythmics sendiri mempunyai pengertian yaitu (Kassner, 2010: 124), aktititas Eurhythmics yaitu kegiatan dimana anak diajak
untuk “melakukan apa yang music lakukan padamu”. Hal itu dapat dirancang dalam tahapan perkembangan berdasarkan kemampuan fisik anak.
Anak-anak mulai usia prasekolah sampai dengan umur 6 tahun dapat dimotivasi penggunaan anggota badan mereka sebagai ilustrasi unsure music tertentu. Diantaranya dengan cara melangkahkan kaki ketika mendengar ketukan, menghitung ketukan, 4menirukan melodi,mengulangpola irama, menggambarkan melodi menggunakan unsur seni rupa (garis misalnya), anak dapat memainkan konsep music tanpa kata-kata. Melalui Eurhythmics anggota badan anak menjadi sebuah alat music personal untuk merealisasikan music dari bentuk sederhana menjadi lebih menantang. Pendekatan Dalcroze mempunyai tiga hal yang terdiri dari 1) bentuk khas gerakan berirama yang disebut Eurhythmics, 2) ear training(pelatihan pendengaran) atau dikenal dengan nama lain yaitu solfege, dan 3) improvisasi. Pertama dimulai dari gerak berirama yang mengaktifkan fungsi dari diafragma, paru-paru, dan artikulasi (pengucapan) dari mulut dan lidah. Pengaktifan organ untuk menyanyi ini kemudian diekspresikan lebih lanjut oleh para peserta latih dai Prof. Jaques Dalcroze dengan menyanyikan dua nada dalam skala nada do-re, re-mi, mi-fa, dan seterusnya. Kemudian dalam jenis tiga nada seperti dore-mi, re-mi-fa, mi-fa-sol, dan seterusnya dimana kegiatan ini dilakukan secara kanon (berkejar-kejaran vokal) bersama guru. Kesemuanya itu dapat dilakukan dengan tingkat kecepatan dan tanda dinamik yang berbeda-beda. Sampai pada saatnya metode Eurhythmics ini berkembang anak-anak berkembang pada irama dengan kuat dan kepekaan untuk mengikuti kegiatan tersebut dalam membedakan durasi, waktu, intensitas, dan pemenggalan lagu. Anak menjadi terampil menirukan cepat-lambat lagu, irama, dan ketukan musik menggunakan badan dalam reaksi mereka dalam perubahan unsur musik yang terjadi selama kegiatan dilakukan. Ear trainingatau pelatihan pendengaran termasuk solfege dan solfege-rhythmique adalah unsur kedua dalam metode Dalcroze. Anak-anak dikenalkan untuk mengerti akan nada tonedan semitone(contoh: pada kualitas nada mi-fa dan si-do. Nada toneadalah kualitas nada selain contoh pada semitone). Kesemuanya itu dihubungkan melalui skala, lagu, dan penggalan musik.
Komponen ketiga dari metode Dalcroze adalah improvisasi. Berikan kesempatan kepada anak untuk berekspresi bebas melalui gerak ataupun berkata yang mengandung irama menggunakanalat musik ataupun alat di sekitar anak. Dimulai dengan menirukan secara benar terhadap contoh yang diberikan guru.

Anak juga dapat menirukan dengan benar contoh dari bunyi pasangan melodi, irama, dan gerak. Anak pada akhirnya mendapatkan serangkaian gerak dan ide musikal dimana mereka dapat mengekspresikannya sebagai sebuah improvisasi.
Sub metode Dalcroze yaitu Eurhythmics dan solfege adalah dasar pengetahuan musikal untuk melakukan improvisasi.
Dalam pelaksanaan pembelajaran musik, Kassner (2006: 46)juga menyatakan bahwa anggota tubuh anak itu sendiri dapat digunakan sebagai media pembelajaran musik. Misalnya: hands (tangan), arms (lengan), head (kepala), shoulders (pundak), dan perpaduan diantara anggota tubuh. Halini senada dengan tema yang ada dalam pembelajaran pada anak usia dini diantaranya adalah tema ”diri sendiri”.
Berikut contoh aktivitas pembelajaran musik berdasarkan metode Dalcroze (Kassner, 2006: 47-48). Untuk melatih eurhythmics dapat dilakukankegiatanberikut:
Guru memberikan ketukan musikal menggunakan drum dan anakmengekspresikannya dengan gerakan berjalan sesuai irama drum. Sebaliknya,ketika guru memainkan not diam saat bermain drum maka anak-anak diam ditempat dan bertepuk tangan sebagai pengganti ekspresi not diam. Membuatsatu pola irama saja dirasa sudah memenuhi sifat sederhana pada anaksehingga yang dilakukan guru adalah menyusun satu pola saja dan mainkansecara berulang-ulang. Hal ini sebagai langkah awal untuk kemudianmengajak anak untuk menirukan pola irama yang lain. Sebagai catatan bahwapola irama yang digunakan usahakan tidak terlalu banyak sehingga anakterbebani untuk menirukannya. Cukup minimal 3 pola irama dengan tidak menutup kemungkinan untuk lebih dari jumlah tersebut pada anak-anak yangmempunyai bakat seni musik yang tinggi.
Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa kualitas nada pertama adalah nada dengan kualitas bunyi, bukan diam. Hal ini karena anak akan cenderung memainkan kualitas bunyi pada saat bermain tepuk bersama-sama. Cobalah mengembangkan bentuk lain dari jenis pola irama tersebut!
·Anak-anak menirukan ritme yang dimainkan guru menggunakan alat musik perkusi tak bernada standar (drum set, cow bell, dan semacamnya) maupun hasil kreasi (botol minuman dipukul dengan potongan kayu, dan semacamnya). Ritme yang dimainkan guruberasal dari melodi sebuah lagu atau jika memungkinkan berasal dari alat musik melodis (piano, gitar, biola, dan semacamnya) yang guru kuasai dirasa akan juga baik.

Untuk melatih solfege berikut beberapa kegiatan musik yang dapat dilakukanoleh guru (Kassner, 2006: 47), yaitu:
Ketika menghitung ketukan pada birama 4/4, guru dan anak menyanyikanbersama suku kata (silabi) solfege sebagai berikut do-re-mi-fa-sol-la-si-do.Satu nada pada satu ketuknya, menyanyikan secara naik-turun.
Guru dan anak menyanyikan skala tertentu dengan cara naik kemudianturun dengan aba-aba. Dalam isyarat tertentu, skala tersebut dinyanyikanduakali lipat kecepatannya dan sebaliknya.
Tunjukkan gerakan tangan yang terbuka lebar di depan anak sebagai tandauntuk nadatonepenuh. Tunjukkan tangan setengah tertutup kepada anaksebagai tanda untuk nadasemitone(mi ke fa dan si ke do). Gerakan tangandapat dikreasi dalam gerak kaki yaitu melompat untuktonedan gerakpendek saat mengangkat kaki untuksemitone.Untuk melatih improvisasi berikut beberapa kegiatan musik yang dapat dilakukan oleh guru (Kassner, 2006: 48), yaitu:
Guru berdiri di tengah anak-anak yang berdiri atau duduk melingkar.Selanjutnya, guru memainkan ketukan berbirama 4/4 atau ketukan jenis lainkemudian meminta anak untuk mengekspresikan kembali menggunakan alatmusik kesukaan anak.
Dapat pula, satu kelompok anak memainkan frase tanya dalam sebuah lagumenggunakan alat musik. Anak dapat memainkan ritmenya saja. Kemudiankelompok anak yang lain menyahutnya dengan memainkan frase jawab darilagu yang dimaksud. Jika memungkinkan, satu kelompok anak kemudiandiminta untuk berkreasi ritme frase tanya kemudian dengan spontan pulakelompok lain menyahutnya dengan kreasi ekspresi frase yang merekahasilkan.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah:
Dua anak, si X dan si Y, membuat jembatan dengan cara mengkaitkankedua tangan masing-masing setingi-tingginya sedangkan anak yang lain berjalan di bawah tangan si X dan si Y.
Pada kata-kata ”all built up” (jembatan yang dibangun), hanya satu tangansaja yang saling berkait antara si X dan si Y.
Pada kata ”thought the chopper” (berpikir akan kebutuhan sebuah golok),maka jembatan dibuat naik dan turun di punggung anak yang sedang lewat.
Pada kata ”off to prison” (diputuskan untuk dikurung) maka satu anak akan tertangkap pada saat posisi jembatan turun dan anak tersebut disingkirkan dari barisan.
Pada kata ”take the key” (mendapatkan kunci) maka si anak yangtertangkap tersebut dikembalikan lagi ke dalam barisan

D.    CONTOH LAPORAN HASIL STIMULASI DAN INTERVENSI PDA ANAK

1.    Identitas Anak
Nama Lengkap                   : Kireina  Saiwana Riffa
Nama Panggilan                  : Neng Kirei
Tempat Tanggal Lahir         : Bandung, 14 Oktober 2007
Usia                                   : 3 Tahun 1 bulan
Alamat                               : Jl. Cilimus No 81 Rt 07/06 Bandung
Nama Ayah                        : Wahid
Pekerjaan Ayah                  : Wirasswasta
Nama Ibu                           : Lilis
Pekerjaan Ibu                     : Ibu Rumah Tangga

2.    Permasalahan Anak
Anak tidak dapat duduk tenang pada saat makan.

3.    Tujuan Stimulasi / Intervensi
Tujuan dari stimulasi/intervensi yang dilakukan oleh kelompok kami adalah merubah perilaku anak pada saat makan. Dari anak tidak bisa duduk tenang pada saat makan menjadi anak dapat duduk tenang pada saat makan. 

4.    Target Behavior
Anak dapat duduk tenang pada saat makan dalam waktu 15 menit.

5.    Satuan Ukuran
Satuan ukurannya adalah frekuensi, dihitung berapa kali anak meninggalkan makanannya pada saat setiap kali makan.

6.    Proses Pelaksanaan
a) Lingkungan yang diperlukan
Lingkungan yang diperlukan adalah lingkungan yang mendukung untuk anak dapat makan dengan baik tanpa harus mondar-mandir kesana kemari selain dapat membahayakan anak seperti tersendak, dsb  juga melatih anak disiplin dan menerapkan pola hidup yang sehat dan bersih. Lingkungan yang akan kami gunakan untuk intervensi adalah lingkungan yang disetting secara alami, nyaman dan tenang pada saat anak  makan yaitu dirumah.
b) Pendekatan yang digunakan
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan behavioral, pandangan pendekatan ini  menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui aspek-aspek dan proses yang dapat diamati. Filosofi pendekatan behavioristik adalah empirisme bahwa perilaku manusia ditentukan oleh lingkungan, bukan oleh faktor hereditas atau genetik. Anggapan dasar behavioristik adalah bahwa perilaku merupakan fungsi dari apa yang terjadi sebelumnya, perilaku tersebut bisa dibentuk, dirubah maupun dihilangkan.
Menurut hasil asesmen yang kami peroleh dengan pendekatan behavioral ini kami bertujuan untuk merubah perilaku anak agar sesuai dengan target yang  ingin dicapai/ diharapkan pada aspek ADL (activity daily living) yaitu pada saat makan dengan menggunakan teknik token economy melalui cara menukar tingkah laku yang diinginkan/dicapai sesuai target behavior dan pemberian reinforcement yang bisa diraba (berupa kupon bergambar) dengan objek atau benda yang disukai atau di inginkan oleh anak yang bersangkutan serta pujian secara verbal. Kemudian funisment yang diberikan kepada anak adalah dengan cara mengambil salah satu token yang telah diperoleh oleh anak.


c) Instrumen/media
Media yang digunakan adalah :
-          Makanan ;
1.Nasi
2. Mie, dan
3. Makanan yang dibentuk/divariasikan.
-          Alat makan,
-          Kupon bergambar

d) Skenario
Fase Baseline (A)
Fase baseline ini adalah hasil asesmen, sebelum anak diberikan intervensi. Perilaku yang muncul adalah  anak tidak dapat duduk tenang pada saat makan (sering meninggalkan makanannya lebih dari 5 kali pada setiap kali makan). Fase baseline ini dilakukan sebanyak 2 kali sesi (1 sesi; 1xPertemuan) kemudian dapat diperoleh data  berapa kali anak meninggalkan makanannya, pada sesi pertama fase baseline ini dilakukan diluar rumah (di lab kampus) dan yang kedua dilakukan di rumah anak yang bersangkutan.

    Fase Intervensi (B)
a.       Sesi 1;
Anak diberi makan sesuai porsinya dengan ditemani oleh ibunya dengan pemberian token, dan dilakkukan di rumah dengan ketentuan sebagai berikut;
(1)   Jika anak dapat duduk tenang sampai selesai pada saat makan anak diberikan 3 token
(2)   Jika anak tidak dapat duduk tenang pada saat makan  (meninggalkan makanannya sebanyak 1-2 kali) anak diberikan 2 token
(3)   Jika anak tidak dapat duduk tenang disaat makan ( meninggalkan makanannya sebanyak 3-4 kali) anak diberikan 1 token
(4)   Jika anak tidak dapat duduk tenang pada saat makan ( meninggalkan makanannya lebih dari 5 kali) anak diberikan funishment dengan cara mengambil 1 token dari jumlah token yang sudah diperoleh
b.      Sesi 2;
Anak diberi makan sesuai porsinya dengan menu makanan yang telah divariasikan bentuknya. Fase ini dilakukan dirumah.
c.       Sesi 3;
Anak diberi makan sesuai porsinya tanpa banyak stimulus disekitarnya yang dapat mengganggu perhatiannya. Dengan menu makanan yang sangat disukai anak dan di tempat yang membuat anak nyaman.

7.  Hasil Pencatatan Data
Berikut hasil pencatatan data dalam bentuk tabel.
1.      Fase baseline (A)

No
Tanggal
Waktu
Standarisasi waktu
Durasi
Meninggalkan makanan
Keterangan
1
04-10-2010
09.00 WIB
20 menit
17
12 kali
-
2
25-11-2010
16.00 WIB
20 menit
16
9 kali
-



2.      Fase Intervensi (B)

No
Tanggal
Waktu
Standarisasi waktu
Durasi
Meninggalkan makanan
Keterangan
1
07-12-2010
18.30 WIB
20 menit
18
6 kali
-
2
08-12-2010
09.00 WIB
20 menit
20
4 kali
-
3
09-12-2010
19.00 WIB
20 menit
15
0
Dapat duduk tenang

Jadi intervensi yang kami lakukan dapat dikatakan berhasil. Pada target awal waktu keberhasilan anak dapat duduk tenang adalah selama 30 menit namun pada fase intervensi ternyata ketercapaian anak untuk dapat duduk tenang bisa dalam waktu 15 menit dengan setting lingkungan yang tenang, nyaman dengan menu makanan yang disukai anak atau makanan favorit anak.  Itu semua telah tercapai pada intervensi sesi ke tiga.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar